• EnglishClick to open the English menu
    • Nasir Abas
    • Deobandi Leadership
    • Dr. Fadl
    • Mohammed El Fazazi
    • Hassan Hattab
    • Libyan Islamic Fighting Group
    • Dr. Qadri
    • Salman al-Awdah Against Bin Ladin
    • Salman al-Awdah Refutation of Awlaki
    • A Rescued Child Suicide Bomber
    • Salafi Refutation of Awlaki
  • BosanskiClick to open the Bosanski menu
    • Nasir Abas
    • Deoband vodstvo
    • Salman al-Avdah
    • Muhamed El Fazazi
    • Kadrija Fetva
    • Dr. Fadl
    • HASAN HATTAB
    • Libijska islamska militantna grupa
    • Spašeni dječak bombaš-samoubojica
  • فارسیClick to open the فارسی menu
    • نصير عباس
    • ديوباندى
    • سيد إمام الشريف
    • محمد الفزازى
    • حسن حطاب
    • روه مبارزه اسلامی لیبی
    • قدرى
    • سلمان العوده
    • نجات کودک قربانی
  • босанскиClick to open the босански menu
    • Насир Абас
    • Деобанди вођство
    • Др. Фадл
    • Мухамед Ел Фазази
    • Хасан Хатаб
    • Либијска исламска милитантна група
    • Кадријева Фетва
    • Салман ал-Авдах
    • Спашени дјечак бомбаш-самоубица
  • Нохчийн моттClick to open the Нохчийн мотт menu
    • Насир1аббас
    • Деобандин лидералла (коьрталла)
    • Докторан Фадль
    • Мохьаммад Эль-Фазази
    • Хасан Хаттаб
    • Ливий Исламан т1еман тоба
    • Кадри Фетва
    • Салман аль-Авдах!
    • К1екхьарадаьккхина бер-террорист-далархо
  • 简体字Click to open the 简体字 menu
    • 纳西·阿峇斯
    • 德奥班德派的领袖
    • Dr.法德勒博士第一本反恐怖主义的著作
    • 穆罕默德‧伊尔‧法扎兹
    • 哈桑哈塔布
    • 利比亚伊斯兰战斗组织
    • 卡德里的教令
    • 萨勒曼阿勒-欧达
    • 获救的儿童自杀炸弹
  • عربيةClick to open the عربية menu
    • نصير عباس
    • الدكتور سلمان العودة
    • سلفيين ضد العولقي
    • القيادة الديوباندية
    • حسن حطاب
    • قادري
    • نجاة طفل انتحاري
  • NederlandsClick to open the Nederlands menu
    • Nasir Abas
    • Deobandi Leiderschap
    • Dr. Fadl
    • Mohammed El Fazazi
    • Hassan Hattab
    • De Libische Islamitische Gevechtsgroep
    • Dr. Qadri
    • Salman al-Awdah
    • Een geredde jeugdige zelfmoordterrorist
  • FrançaisClick to open the Français menu
    • Nasir Abas
    • Le leadership deobandi
    • Dr. Fadl
    • Mohammed El Fazazi
    • Hassan Hattab
    • Groupe islamique des combattants libyens
    • Dr. Qadri
    • Salman al-Awdah
    • Un enfant kamikaze rescapé
  • اردوClick to open the اردو menu
    • ناصر عباس
    • دہشت گردی کے رد میں ڈاکٹر فضل کی پہلی کتاب
    • محمد الفزازی
    • حسن حطاب
    • لیبین اسلامی گروپ برائے حرب
    • سلمان الاودھ
    • ایک بازیاب کردہ خود کش بمبار بچہ
  • DeutschClick to open the Deutsch menu
    • Nasir Abas
    • Die Deoband-Führung
    • Dr. Fadl
    • Hassan Hattab
    • Die Libysche Islamische Kampfgruppe
    • Dr. Qadri
    • Salman al-Awdah
    • Rettung eines kindlichen Selbstmordattentäters
  • हिन्दीClick to open the हिन्दी menu
    • नसीर अब्बास
    • देवबन्दी नेतृत्व
    • डा. फ़द्ल की आंतकवाद के िखलाफ़ पहली िकताब
    • मोहम्मद एल फज़ाज़ी
    • हसन
    • लीिबयन इस्लािमक लड़ाकू दल
    • क़ादरी फ़तवा
    • सलमान अल-अवध
    • एक छुड़ाया गया आत्मघाती हमलावर बच्चा
  • Bahasa IndonesiaClick to open the Bahasa Indonesia menu
    • Nasir Abas
    • Kepemimpinan Deobandi
    • Dr. Fadl
    • Mohammed El Fazazi
    • Hassan Hattab
    • Kelompok Pejuang Islam Libya
    • Dr. Qadri
    • Salman al-Awdah
    • Seorang Anak Pelaku Bom Bunuh Diri Yang Diselamatkan
  • كوردیClick to open the كوردی menu
    • نصير عباس
    • ديوباندى
    • سيد إمام الشريف
    • فزازى
    • حسن
    • LIFG
    • قدرى
  • Bahasa MelayuClick to open the Bahasa Melayu menu
    • Nasir Abas
    • Kepimpinan Deobandi
    • Dr. Fadl
    • Mohammed El Fazazi
    • Hassan Hattab
    • Kumpulan Pejuang Islam Libya
    • Dr. Qadri
    • Salman al-Awdah
    • Pengebom Berani Mati Kanak-kanak Yang Diselamatkan
  • AfsoomaaliClick to open the Afsoomaali menu
    • Nasir Abas
    • Hogaamiyayaasha Deobandi
    • Dr. Fadl
    • Mohammed El Fazazi
    • Hassan Hattab
    • Kooxda Dagaalyahanada Islaamka Liibiya
    • Dr. Qadri
    • Salman al-Awdah
    • Cunug Bambo Isku qarxiye ah oo la badbadiyay
  • EspañolClick to open the Español menu
    • Nasir Abas
    • Liderazgo de los Deobandi
    • Dr. Fadl
    • Mohammed El Fazazi
    • Hassan Hattab
    • Grupo de Lucha Islámica Libia
    • Dr. Qadri
    • Salman al-Awdah
    • Niño terrorista suicida rescatado
  • TagalogClick to open the Tagalog menu
    • Nasir Abas
    • Pamumuno ng Deobandi
    • Dr. Fadl
    • Mohammed El Fazazi
    • Hassan Hattab
    • Libyan Islamic Fighting Group
    • Dr. Qadri
    • Salman al-Awdah
    • Isang iniligtas na Batang "Suicide Bomber”
  • TürkçeClick to open the Türkçe menu
    • Nasir Abas
    • Deobandi Liderliği
    • Dr. Fadl
    • Mohammed El Fazazi
    • Hassan Hattab
    • Libya İslami Mücadele Örgütü
    • Dr. Kadri
    • Selman El-Avde
    • Kurtarılan İntihar Bombacısı Çocuk
  • தமிழ்Click to open the தமிழ் menu
    • Tamil-Nasir Abas
    • Tamil-Deoband
    • Tamil-Fadl
    • Tamil-Fazazi
    • Tamil-Hassan Hattab
    • Tamil-LIFG
    • Tamil-Qadri
    • Tamil-Awdah
    • Tamil-Rescued Child Suicide Bomber
  • ภาษาไทยClick to open the ภาษาไทย menu
    • นาซิร อาบาส
    • ผูนํากลุมดีโอบันด 
    • การถอนคำพูดจากอียิปต์
    • โมฮัมเหม็ด เอล ฟาซาซ 
    • ฮัสซัน ฮัตทาบ
    • กลุมนักสูชาวอิสลามในลิเบย
    • กาดริ ฟตวา 
    • ซัลมาน อัล เอาดะฮ
    • เด็กที่ไดรับการชวยชีวิตอดีตมือระเบิดพลีชีพ 

Dr. Fadl

Buku Pertama Dr. Fadl Melawan Terorisme

 

Dr. Fadl—terlahir dengan nama Sayyid Imam al-Sharif—mendirikan Jihad Islam Mesir (Egyptian Islamic Jihad) dan menjadi mentor bagi Usama bin Laden dan Ayman al-Zawahiri sebelum al-Qaeda didirikan. Seorang Muslim yang berdedikasi, dokter, dan komandan mujahidin, Dr. Fadl bertugas di garis depan melawan kekuatan komunis di Afghanistan dan Yaman. Ia mengakui kesalahan dari penjara Mesir di tahun 2007.

 

Buku Sayyid Imam “Rationalizing Jihad in Egypt, the world” (2007)

Bagian Kesatu

Cairo Al-Misri Al-Yawm 18 Nov 07

[Kepala Berita: “Eksklusif, Al-Misri al-Yawm menerbitkan revisi teologis tentang Jihad. ‘Jihad demi Allah menyangkut kekerasan agama, yang paling utama pembunuhan berdasarkan kebangsaan, warna kulit, dan golongan”]

Nama sandinya adalah Dr. Fadl.

Nama kecilnya adalah Sayid Imam Abd-al-Aziz al-Sharif, lahir tahun 1950 di kota Bani Suef. Memiliki gelar Dr, karena ia adalah seorang dokter lulusan Fakultas Kedokteran, Universitas Cairo, pada tahun 1974, dengan gelar kehormatan.

Dr. Fadl mulai hari ini, pada halaman-halaman di Al-Misri al-Yawm di Mesir, secara eksklusif menerbitkan revisinya dan revisi organisasinya, Al-Jihad, yang berjudul “Rationalization of Jihad in Egypt and the World” (Rasionalisasi Jihad di Mesir dan Dunia), dengan menekankan pada sampul depan bahwa “dokumennya telah diadopsi oleh para faksi pejihad di Mesir sebagai dokumen untuk orientasi damai antara organisasinya dan Pemerintah Mesir”.

Kata-kata Sayid Imam – yang mengatakan pada sampul dokumennya bahwa ia memiliki nama sandi lain: Abd-al-Qadir Bin Abd-al-Aziz Fadl – adalah benar dan akurat. Sejak mantan Emir Jihad ini memulai tur dakwah dan kuliahnya di dalam penjara, untuk menyampaikan revisinya kepada kader Jihad, ratusan dari mereka telah mendukung revisi-revisi ini. Sebenarnya, hal ini telah mempunyai hasil positif pada kondisi mereka, dengan dibebaskannya puluhan pejihad oleh Kementrian Dalam Negeri.

Fadl, mentor dan mantan Emir dari Ayman al-Zahawiri, mendasarkan dokumennya pada jihad dalam Islam sebagai faridah (tugas keagamaan) yang berkelanjutan dan terus-menerus namun mengatakan bahwa para “pejihad” telah terbuai dalam banyak kesalahan yang menyerupai korupsi.

“Emir” tersebut menekankan bahwa menumpahkan darah dan merusak harta benda tanpa pembenaran adalah merupakan hal yang mendatangkan murka Allah.

- - - 

Alhamdulillah, Allah Yang Maha Esa dan Perkasa.  Allah langit dan bumi dan apa yang terdapat di antaranya. Yang Maha Mulia, Maha Pemurah. 

Alhamdulillahirobbilalamin. Kita bersyukur kepada-Nya sebagaimana layaknya yang harus dilakukan oleh orang-orang yang penuh syukur. Kita memanjatkan shalawat dan salam bagi Rasul-Nya yang benar dan jujur, yang diutus oleh Allah sebagai rahmat bagi dunia, dan semua kerabat serta para pengikutnya. Hal ini telah dikatakan, Allah Maha Besar mengutus Nabi Muhammad, SAW, dengan pencerahan dan dengan agama yang benar, agar manusia keluar dari kegelapan menuju terang, dengan seizin Tuhan mereka, ke jalan-Nya yang lurus. Ia (Allah) mendukung beliau dengan kemenangan-Nya yang besar dan dengan pengikut-pengikutnya yang setia, semoga doa dan damai Allah beserta dengan mereka semua. Jadi, Allah mewujudkan agama-Nya melalui beliau Nabi Muhammad, SAW, dan memberi kemenangan bagi beliau, kendati terdapat banyak musuhnya yang keras kepala. Jadi Nabi Muhammad SAW, dan para pengikutnya, semoga doa dan damai Allah beserta mereka, menciptakan Negara Islam dari nol sampai menjadi negara yang masih muda dan besar yang terdiri dari orang-orang Arab, Persia, Turki, Berber, Kurdi, dan Frinjah [orang Barat]. Setelah ini, di bawah perlindungan Khalifah Islam yang hebat, meluas dari Bangladesh di timur ke Maroko dan Andalusia di barat, dan dari Tashkent, Azerbaijan, dan Kaukus di utara sampai Yaman dan Bahr al-Arab di selatan, dalam satu negara yang sangat dahsyat yang bertahan hidup selama 1.300 tahun hingga Khalifah Ottoman runtuh dalam Perang Dunia I (1914-1918), ketika untaian tasbih Muslim dihancurkan dan mereka menjadi lemah serta terpencar ke mana-mana.

Dengan melemahnya Khalifah Ottoman menjelang akhir abad ke sembilan belas sesudah masehi, negara-negara Eropa mencaplok sebagian besar negara dunia Islam. Mereka memecah belah dan melemahkannya, menggerogoti sumber dayanya, dan tidak mengakui kemajuan industrinya. Mereka membiarkan rakyatnya dalam keadaan terpecah-belah, miskin, dan terbelakang. Melalui kekuatan pendudukan militer, mereka memaksakan budaya dan hukumnya di negara-negara Muslim. Negara-negara Eropa tersebut kemudian menciptakan negara Yahudi (Israel) di tengah-tengah dunia Islam untuk menghabiskan dan mempermalukannya. Tidak heran semua ini terjadi atas umat Muslim karena dosa mereka. Sebagaimana firman Allah Maha Besar “Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri” (Surat Asy-Syuura, ayat 30) [ayat suci Al-Quran]. Persekutuan yang bermusuhan ini masih mengapit erat negara-negara Muslim dan meminta lebih banyak kompromi dari mereka, dalam mewujudkan perkataan Allah Maha Besar “Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka” (Surat Al-Baqarah, ayat 120) [ayat suci Al-Quran).

Peningkatan budaya Eropa dan penerapan undang-undangnya menghantarkan kepada penyebaran korupsi dan kemerosotan moral di negara-negara Muslim. Orang-orang yang bertakwa di antara umat Muslim menyadari bahaya itu, dan meminta untuk melakukan sesuatu untuk memperbaikinya, sebelum murka ilahi dan kehancuran umum terjadi. Mereka yakin bahwa kembalinya negara-negara Muslim kepada kebenaran Syariah Allah merupakan dasar bagi semua reformasi, baik bagi bangsa-bangsa maupun masyarakatnya. Selanjutnya, bertindak sesuai kebenaran Syariah merupakan tugas setiap umat Muslim sesuai dengan imannya kepada Tuhan. Ia akan berdosa dan imannya akan menjadi timpang jika ia tidak mengindahkan hal ini. Itu disebabkan karena firman Allah Maha Besar “Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya” (Surat An Nisaa’, ayat 65) [ayat suci Al-Quran]. Allah Maha Besar berfirman “Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata. ” (Surat Al Ahzab, ayat 36) [ayat suci Al-Quran]. Jadi menjauhi Syariah Allah adalah sumber dari kehancuran di bumi dan di Akhirat. Sebaliknya, kebenaran menurut Syariah-Nya menggabungkan bagi umat Muslim hal yang terbaik di dunia ini dan di Akhirat. Sebagaimana firman Allah Maha Besar “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi” (Surat Al A’raf, ayat 96) [ayat suci Al-Quran]. Allah Maha Besar berfirman “Dan bahwasanya: jikalau mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu (agama Islam), benar-benar Kami akan memberi minum kepada mereka air yang segar (rezki yang banyak)” (Surat Al Jinn, ayat 16) [ayat suci Al-Quran]. Sejarah umat Muslim merupakan bukti yang lebih dari cukup bahwa apabila mereka tetap berpegang pada Syariah maka mereka memiliki kemakmuran, kemenangan, dan kekayaan . Sejarah Islam yang bersinar ini adalah satu-satunya yang dapat dibanggakan kaum Muslim pada zaman sekarang.

Berbagai jalan sudah ditempuh oleh mereka yang berusaha memberi kebenaran kepada Syariah Islam di zaman kita sekarang dan untuk melawan penguasa yang tidak menerima apa pun selain merendahkan dan melemahkan umat Muslim. Sebagian kelompok Islam memilih untuk berbenturan dengan pihak penguasa di negara mereka atau dengan negara-negara adikuasa dan bangsa-bangsa mereka atas nama jihad demi Allah Maha Besar untuk menegakkan status Islam. Bentrokan menyebar di berbagai negara dari bagian paling timur sampai paling barat. Bentrokan ini bercampur dengan banyak pelanggaran terhadap Syar’i [prinsip agama, istilah yang lebih luas daripada Syariah], seperti pembunuhan berdasarkan kebangsaan; pembunuhan berdasarkan warna kulit atau warna rambut; pembunuhan berdasarkan golongan; membunuh kaum Muslim dan non-Muslim yang tidak boleh dibunuh, dan tindakan membesar-besarkan dalam mengutip isu Al-Tatarrus [perasaan tidak bersalah dalam membunuh bukan pejuang atau warga sipil dan kaum Muslim “perisai manusia” sembari mengarahkan target kepada musuh] untuk memperluas lingkaran pembunuhan, membebaskan dengan uang bagi mereka yang memberi janji untuk keselamatan, dan merusak harta benda. Tidak ada sesuatu yang membangkitkan amarah Allah dan murka-Nya seperti menumpahkan darah dan menghancurkan harta benda tanpa pembenaran. Ini adalah alasan pasti atas kegagalan di bumi dan rasa malu serta tanggung jawab di Akhirat. Allah Maha Besar berfirman “...maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih” (Surat An Nuur, ayat 63) [ayat suci Al-Quran].

Para penanda tangan dokumen ini, dalam memberitahukan rasa tidak puas mereka atas pelanggaran terhadap syar’i dan korupsi yang disebabkannya, mengingatkan diri mereka sendiri dan umat Muslim pada umumnya tentang kontrol agama atas fiqih [teologi] jihad. Mereka menegaskan komitmen mereka terhadap kontrol ini sebagaimana disebutkan dalam dokumen ini. Mereka menghimbau umat Muslim yang lain, terutama generasi muda Islam, untuk terikat dengan kontrol tersebut, dan tidak jatuh ke dalam pelanggaran terhadap syar’i yang dilakukan pendahulunya, sebagai akibat dari kebodohan terhadap agama atau tindakan yang disengaja. Sebab mereka [para pendahulu] tidak menegakkan agama dan tidak menolong dunia, terutama karena jihad adalah tugas keagamaan yang berkelanjutan di Negara Muslim, sebab Allah Maha Besar menakdirkannya dan sampai orang yang terakhir dari mereka memerangi Penyamar bersama dengan Isa, AS, pada akhir zaman, sebagaimana Nabi Muhammad SAW, mengajarkan kepada kita. Nabi melukiskan jihad sebagai “puncak dari bongkol Islam”, sebab Allah memelihara bagi umat Muslim agama dan dunia mereka dengannya, kebanggaan dan martabat mereka sekarang dan di Akhirat. Oleh sebab itu, merasionalisasikan pemahaman atas tugas keagamaan jihad adalah perlu.

Kami merumuskan pedoman keagamaan ini untuk merasionalisasikan tindakan jihad, dalam pasal-pasal untuk menyatakan ketaatan kita. Kami menghimbau umat Muslim pada umumnya, terutama kelompok jihad di berbagai bagian dunia, untuk mematuhi pedoman tersebut. Dalam memberi himbauan itu kami  menunaikan tugas kami untuk memberi nasihat demi Allah dan Kitab Suci-Nya, serta Rasulullah SAW, dan kaum Muslim pada umumnya. Kami mengatakan hal ini dengan sepenuhnya menghargai dan mengakui bahwa saudara mujahidin di mana saja, secara keseluruhan, adalah pembela gerakan mulia dan pembawa misi yang agung. Tidak benar bahwa mereka adalah pencari keuntungan materiil. Sesungguhnya, banyak dari mereka mengorbankan diri dan harta yang berharga untuk kebanggaan Islam dan umat Muslim.

Pasal-pasal Dokumen:

Pertama: Agama Islam

Agama Islam adalah agama penutup yang dengannya Allah Maha Besar menyimpulkan semua pesan Ilahi yang dikirim dari Dia di Tempatnya yang Maha Tinggi untuk menuntun umat ciptaannya. Ia mewahyukannya kepada nabi dan utusan terakhir, Muhammad, SAW.

Islam mengikat atas mereka yang telah diberi tugas [untuk menyembah Allah], apakah manusia atau jin, sejak masa pengutusan Nabi Muhammad SAW, hingga Hari Kiamat. Allah berfirman: “Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui.” (Surat Saba’, ayat 28) [ayat suci Al-Quran]. Allah berfirman: “Katakanlah: “hai manusia, sesungguhnya Aku adalah utusan Allah” (Surat Al A’raf, ayat 158) [ayat suci Al-Quran]. Dalam Hadits yang sahih Nabi Muhammad SAW, mengatakan “seorang nabi biasanya diutus kepada umatnya secara khusus, namun aku diutus untuk umat manusia pada umumnya”. Hal ini disepakati, dan semua manusia sejak Misi Nabi sampai Hari Kiamat adalah “bangsa yang dipanggil” untuk mengikuti agama Islam. Mereka dirujuk ke dalam perkataan Allah “Wahai manusia” di dalam Al-Quran. Mereka yang mengindahkan panggilan tersebut adalah “Bangsa yang Menanggapi”, umat Muslim yang disebut dalam firman Allah di dalam Al-Quran: “Wahai orang-orang yang beriman”.

Ini adalah sejauh menyangkut manusia. Sedangkan mengenai misi Nabi bagi jin, hal ini ditegaskan pada akhir Surat Al Ahqaaf dan di awal Surat Al Jin.

Arti dari Sifat Mengikat Agama Islam: Adalah bahwa Allah Maha Besar tidak akan memperhatikan seluruh ciptaan-Nya yang telah diberitakan sejak Misi Nabi Muhammad, SAW hingga Hari Kiamat, kecuali atas dasar agama Islam, sejak saat melihat Malaikat Maut hingga saat terbaring dalam kubur, kemudian kebangkitan kembali dan pertanggungjawaban terhadap tujuan akhir di surga yang mulia atau neraka yang panas. Jadi mereka yang belum memeluk agama Islam, atau mereka yang telah memeluknya kemudian meninggalkan Syariahnya dengan melakukan salah satu kontradiksi Islam, akan binasa tanpa ragu bila mereka mati sementara masih dalam keadaan itu. Allah Maha Besar berfirman: “Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (Surat Ali Imran, ayat 85) [ayat suci Al-Quran]. Allah Maha Besar berfirman: “...dan barangsiapa di antara mereka (orang-orang Quraisy) dan sekutu-sekutunya yang kafir kepada Al-Quran, maka nerakalah tempat yang diancamkan baginya...” (Surat Hud, ayat 17) [ayat suci Al-Quran]. Allah Maha Besar berfirman: “Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi” (Surat Az Zumar, ayat 65) [Ayat suci Al-Quran]. Sheikh Islam Ibnu Taymiyah, RA, berkata “sudah diketahui dan tidak dapat diragukan dalam agama Islam—dan ini didukung oleh semua kaum Muslim—bahwa orang yang mendukung pengikut agama lain selain agama Islam, atau mengikuti syariah selain syariah Muhammad, SAW, adalah kafir” (Kumpulan Fatwa, volume 28).

Arti Agama Islam: Ini adalah “istislam” [bahasa Arab yang berarti menyerah], atau membiarkan dirinya secara total dipimpin oleh syar’i Allah yang Maha Besar. Ini adalah perintah penghambaan kepada Allah saja, tanpa sekutu siapa pun. Sebagaimana firman Allah Maha Besar: “Ketika Tuhannya berfirman kepadanya: “Tunduk patuhlah!” Ibrahim menjawab: “Aku tunduk patuh kepada Tuhan semesta alam.” (Surat Al-Baqarah, ayat 131) [ayat suci Al-Quran]. Penyerahan yang demikian itu, yang membiarkan dirinya dipimpin, dan penghambaan demikian dicapai dengan beribadat kepada Allah dengan cara yang dikehendaki oleh Allah Maha Besar, bukan sebagaimana yang kita inginkan, dengan mengikuti Syar’i Allah Maha Besar dalam setiap aspek kehidupan besar atau kecil, bukan hanya dalam kesetiaan dan ibadat. Ini adalah apa yang diuraikan Allah Maha Besar dalam firman-Nya: “Katakanlah: “sesungguhnya salatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)” (Surat Al An’am, ayat 162) [Ayat suci Al-Quran]. Allah Maha Besar berfirman: “...dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al-Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu...” (Surat An Nahl, ayat 89) [ayat suci Al-Quran]. Seperti halnya pesan Islam mengikat semua manusia, “Inilah adalah generalitas waktu dan ruang” [tanda kutip oleh sumber], pesan ini juga mengikat mereka dalam segala urusan kehidupan mereka, “Dan ini adalah generalitas objektifnya”. Ini semua berlaku sampai Hari  Kebangkitan Kembali, karena tidak ada Nabi setelah Muhammad, SAW.

Jika Islam dilaksanakan dengan memberikan prioritas pada tujuan Allah di atas tujuan manusia, maka hal itu dilanggar dengan melanggar hal berikut. Pelanggaran terjadi dalam berbagai tingkatan:

-       Bagi seseorang yang memberikan prioritas pada pencarian diri di atas pencarian akan Tuhannya dalam hal-hal sepele, maka orang ini berbuat dosa kecil “yaitu pemberontakan”;

-       Orang yang memberi prioritas pada pencarian diri di atas pencarian akan Allah dalam perkara-perkara besar adalah orang yang melakukan dosa besar “yaitu kesesatan”;

-       Dan seseorang yang memberi prioritas pada pencarian diri di atas pencarian akan Allah dalam perkara-perkara besar adalah orang yang telah jatuh dalam kekafiran. Ini karena Allah Maha Besar telah menggambarkan kafir sebagai “dosa besar” (Surat Al Waqi’ah, ayat 46) [ayat suci Al-Quran). Allah Maha Besar berfirman: “ ... Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh-sungguh ia telah berbuat dosa yang besar” (Surat An Nisa’, ayat 48) [ayat suci Al-Quran].

 Allah Maha Besar melarang semua pelanggaran ini pada tingkatnya yang berbeda-beda. Allah Maha Besar berfirman: “... tetapi Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan menjadikan iman itu indah dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan dan kedurhakaan...” (Surat Al Hujurat, ayat 7) [ayat suci Al-Quran]. Semua dosa ini terbuka untuk pertobatan dan pengampunan selama masa hidup seseorang. Sedangkan bagi mereka yang meninggal dalam keadaan tersebut, ini adalah rincian yang terkenal dalam buku keimanan dan teologi. Al-Bayhaqi merujuk pada hal ini dalam bukunya “Shu’ab al-Iman”, menurut Al-Hulaymi, Allah berbelas kasih kepada mereka.  

Dalam bukunya “Concurrences on the Principles of Shari’a”, volume pertama, Imam al-Shatibi, RA, menyebutkan bahwa “Allah telah merumuskan Syariah sedemikian rupa sehingga kecenderungan pikiran adalah untuk mengikuti tujuan dari Pembuat Hukum [Allah]”.  Ini adalah makna dari penugasan, jadi umat Muslim tidak boleh melakukan hal yang bertentangan dengan membengkokkan teks Syariah untuk disesuaikan dengan kecenderungannya, karena hal ini akan berbeda dengan apa yang dikehendaki oleh Allah Maha Besar.

Dalam ranah jihad demi Allah Maha Besar, ini adalah salah satu cabang iman, atau “puncak dari bongkol Islam”, sebagaimana disebutkan dengan benar oleh dia yang dikasihi, orang yang terpilih, Muhammad, SAW. Dalam ranah yang besar ini, ranah jihad, penghambaan Muslim kepada Allah Yang Maha Besar adalah dengan memberi prioritas untuk pencariannya akan Allah di atas pencariannya akan dirinya sendiri. Ini dilakukan melalui pengetahuan kaum Muslim akan apa yang telah Allah jadikan sebagai tugas bagi mereka pada waktu tertentu, sesuai dengan kemampuannya. Ia mendapatkan pahala atas apa yang mampu ia lakukan, dan ia diampuni dari dosa yang tak dapat ia lakukan. Ini adalah cara Muslim dalam segala urusan mereka, tentang jihad dan masalah-masalah lain. Namun bagi kaum Muslim untuk meletakkan tujuan bagi dirinya sendiri yang berada di luar kapasitasnya dan tidak cocok dengan keadaannya, walaupun itu adalah sah, dan kemudian mengikuti jalan apa pun untuk mencapai tujuannya, tanpa terikat dengan batasan-batasan Syariah, maka ia pasti sudah memberi prioritas pada pencarian akan dirinya sendiri di atas pencarian akan Allah. Ini bukanlah cara Muslim namun cara kaum sekuler yang revolusioner. Dalam Islam, tidak ada yang disebut “hasil akhir menghalalkan segala cara”, walaupun mungkin hasil akhir tersebut patut dipuji dan sah. Sebaliknya, seorang Muslim menyembah Allah dengan cara yang sama dengan cara ia menyembah Allah untuk mencapai akhir yang dicari. Apabila ia meninggal sebelum mendapatkan tujuan akhirnya, ia mendapatkan pahala atas usahanya untuk mencoba, dan ia diampuni dari dosa yang tak dapat di lakukan. Sebagaimana firman Allah Maha Besar: “Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezki yang banyak. Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. ” (Surat An Nisa’, ayat 100) [ayat suci Al-Quran]. Barang siapa yang mengikuti jalan yang tidak diizinkan oleh Syar’i, maka tindakannya tersebut tidak berguna dan tidak dapat diterima, dan Allah tidak menerimanya. Sebagaimana Allah Maha Besar dan Maha Mulia berfirman: “... Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa.” (Surat Al Mai’dah, ayat 27) [ayat suci Al-Quran]. Nabi Muhammad, SAW, bersabda: “Mereka yang melakukan perbuatan yang tidak kami perintahkan, maka perbuatan mereka ditolak”, sabda itu dikisahkan oleh Muslim [salah satu Hadits Nabi yang sahih]. Makna “menolak” di sini adalah bahwa Allah tidak menerimanya. Jadi memastikan apa yang benar adalah tugas yang harus dipatuhi sebelum meneruskan tindakan apa pun, karena Allah Yang Maha Mulia akan menyuruh kita bertanggung jawab atas apa yang Ia kehendaki dari kita dan apa yang Ia pilih sebagai Syar’i bagi kita, bukan atas apa yang kita sendiri kehendaki atau setujui.  

Seorang Muslim diharuskan untuk bertindak sesuai dengan Syariah, dan ia mendapatkan pahala dari Allah sebanding dengan usaha yang ia lakukan dalam batas-batas kemampuannya. Allah tidak akan menyuruh ia bertanggung jawab atas apa yang tidak sanggup ia lakukan dan tidak akan menyuruh ia bertanggung jawab karena tidak mewujudkan tujuan tersebut. Ini jelas dalam ayat yang disebut di atas “Ia yang meninggalkan rumahnya untuk berhijrah”, dan dalam sabda Nabi Muhammad, SAW, tentang apa yang akan terjadi pada Hari Kebangkitan Kembali bagi bangsa-bangsa dari para nabi dan pengikutnya. “Dan seorang Nabi datang beserta dua orang, dan seorang nabi datang bersama satu orang, dan seorang nabi datang tanpa seorang pun bersamanya”. Perkataan nabi ini disetujui oleh Ibnu Abbas, RA  Perkataan ini adalah tentang ketaatan pada kehendak Allah, di mana terdapat “Ukasha sudah mendahului kamu”.  Masing-masing dari mereka, semoga damai beserta mereka, melakukan apa yang diperintahkan oleh Allah tentang pemberitaan firman-Nya. Dalam Keagungan-Nya Ia tidak akan menyuruh mereka bertanggung jawab atas jumlah pengikutnya. Jadi seorang Muslim diharuskan untuk bekerja sesuai dengan Syariah namun itu bukan terserah kepadanya untuk mencapai sasaran, melainkan terserah pada tujuan Allah Yang Maha Mulia. Hasilnya dicapai bila terdapat alasan yang tepat, kecuali nasib berkehendak sebaliknya. Jadi Anda menyadari bahwa tidak benar kalau “setiap tindakan yang gagal mencapai sasarannya adalah tidak berguna”. Inilah salah satu nabi, AS, yang melaksanakan anjuran yang harus ia lakukan namun tidak seorang pun mengikutinya, jadi sasarannya atau bagian dari sasarannya tidak tercapai. Apakah perbuatannya tidak berguna? Ini karena Allah Maha Besar berfirman: “Kami tidak mengutus seseorang rasul melainkan untuk dita’ati, dengan seizin Allah” (Surat An Nisaa’, ayat 64) [ayat suci Al-Quran]. Tetapi inilah seorang nabi yang tidak ditaati oleh siapa pun. Apakah perbuatannya tidak berguna karena gagal mencapai sasarannya? Dengan ini Anda mengetahui bahwa tidak tepat untuk menerapkan kalimat sebelumnya pada setiap perbuatan yang gagal mencapai sasarannya, dengan mengatakan bahwa perbuatan itu tidak berguna. Ini tidak benar. Sepanjang perbuatan itu sesuai dengan Syariah, maka seorang Muslim mendapatkan pahalanya sebanding dengan usaha yang dilakukannya, walaupun jika ia tidak mencapai sasarannya, sebagaimana dibuktikan dalam ayat yang disebut di atas. Dan Allah Maha Besar berfirman: “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula” (Surat Al Zalzalah, ayat 7 dan 8) [ayat suci Al-Quran].

Submissions and suggestions:  contact@seventhpillar.net